15 tahun sudah
Engkau terima perutusan itu
Engkau pikul dengan kesetiaan
Engkau balut dengan senyuman
Engkau bawakan dengan kegembiraan
Di berbagai belahan negeri, engkau hadir
Pada manusia yang bukan saudara
Bukan pula siapa-siapamu..
Dari berbagai agama, suku, kelas sosial, dan apapun itu
Engkau tak sungkan mengisi piring tiap orang dengan menu yang sehat
Merengkuh hati untuk jadi jiwa yang merdeka
Membawakan tali persaudaraan lintas batas yang seringkali hanya onggokan kata hampa
Kami yang mengikutimu
Jatuh berkali-kali
terperosok dalam duri ketamakan
hanyut dalam arus percecokan
terpaku oleh kekonyolan godam rasionalitas
Namun…..
tak henti engkau mengingatkan
tak lelah membalas semua keluhan, bahkan untuk keluhan yang jorok tak penting “Opa, saya tidak bisa bab kebanyakan makan”
ribuan jumlahnya, hari demi hari kisah penderitaan manusia masuk dalam gadgetmu
manusia dari berbagai pelosok bumi
engkau sapa mereka secara pribadi
tak pupus oleh menit dan detik
dari pagi hingga larut
meskipun fisik semakin renta dan lelah tak bisa diusir pergi
engkau tetap berkanjang dalam kesetiaan
demi seutas senyum dan secangkir tawa dari orang yang bergembira di seberang sana
setelah sekian lama ini, syukurpun tidak cukup untuk mendaulat perasaan hatiku
engkau telah mempertegas huruf Tuhan dalam diari hidupku
Tuhan, pernah kutinggalkan di tong sampah kesia-siaan
Menyebutnya hanya rutinitas
Sekarang aku, kami, dan kita semua menikmati Tuhan
Yang ternyata sederhana
Yang ternyata hanya bermodalkan senyuman
Yang ternyata dimana saja dan kapan saja
Semuanya oleh persembahan kesetiaanmu.
Terima kasih ema momang
Guru…
Teladan
Pintu dimana aku dan kami semua menemukan jalan